Berawal dari Listrik Gratis Menuju Kesejahteraan

Posted on Selasa, 04 Maret 2014

Oleh Firdaus Hanif
Demi menuju kesejahteraan masyarakat dunia, mereka menginginkan harga-harga kebutuhan hidup yang murah, mudah didapat, dan melimpah. Mungkinkah kesejahteraan itu dimulai dari sumber daya listrik yang gratis?
Kawan BukuEnergi.. Apa kabarnya? 
Di posting kali ini, kembali saya hadirkan sebuah teka-teki energi. Oh iya, bagi yang belum sempat menyimak teka-teki energi terdahulu klik disini. 
Mungkin kawan seorang praktisi, teknisi, pelajar, mahasiswa, guru, pedagang atau seorang blogger sejati, tak ada salahnya anda simak sejenak tulisan saya berikut ini.
Baru saja saya membaca sebuah buku. Buku ini unik, sebuah buku terjemahan, meski ber-cover simpel namun isinya tak sesimpel itu. Sebagaimana judul bukunya, GRATIS: Harga Radikal yang Mengubah Masa Depan, buku ini masuk kategori buku ekonomi dan bisnis. Lantas mengapa buku bercorak ekonomi diposting di blog ini? hehehe.. ini kan Blog BukuEnergi
Santai saja kawan.. ini ada kaitannya dengan teka-teki energi. 
Chris Anderson si penulis buku, rupanya tak sekedar menjelaskan fenomena bisnis/layanan gratis yang melekat pada perusahaan besar semacam Google, Youtube, koran online, industri musik online, dan lain sebagainya. Artinya tak melulu tentang ekonomi serba gratis. Baca lebih lengkap di bukunya saja ya. Di sisi lain, si penulis punya imajinasi tentang Energi Gratis. Tak terbayang bukan? Listrik kita nikmati, bahan bakar kita pakai sehari-hari, semuanya itu gratis. Harga listrik adalah Rp. 0,- atau setidaknya mendekati NOL. Kita bebas memakainya bagaikan menghirup udara gratis setiap saat tanpa henti. 
Ramalan Lewis Strauss, kepala Komisi Energi Atom di Amerika Serikat tahun 1954, ungkap Chris dalam bukunya, adalah tentang listrik yang benar-benar jadi gratis. Mari sejenak kita larut dalam imajinasi. Saat listrik menjadi listrik, orang akan menghambur-hamburkannya. Pendingin udara maupun pemanas ruangan akan digunakan seenak hati saja. Tatkala butuh langsung dinyalakan tanpa khawatir tagihan rekening listrik membengkak. Gedung-gedung pencakar langit tak perlu mematikan ribuan lampu kamar yang ditinggal penghuninya. Boros dong kita? Tunggu. Ini bukan soal boros atau hemat energi. 
Chris mengungkapkan, suatu saat nanti listrik yang benar-benar gratis akan memicu manusia membangun pabrik besar yang menyulap air laut menjadi air tawar. Air tawar akan dialirkan ke gurun pasir dan ladang-ladang yang kekurangan air. Kita akan menanam jauh lebih banyak lagi tanaman dan bahan-bahan makanan. Hasilnya, bahan makanan akan berlimpah ruah, sehingga harganya benar-benar murah, alias gratis pula. Dunia akan lupa pada kelaparan. 
Begitulah imajinasinya. Berawal dari listrik gratis menuju anti kelaparan. Oke! Apakah mungkin? 
Lihat skema berikut: 
Saat dimana bahan makanan sangat murah, dan barang kebutuhan sehari-hari menjadi sangat murah, serta produktivitas masyarakat meningkat pesat, saat seperti itu akan tiba usai listrik bernilai gratis. Bila tidak gratis sama sekali setidaknya mendekati Rp 0. Cermati lagi gambar ilustrasi di atas! 
Saya kira, bila akhirnya harga makanan teramat murah, barang-barang pun sama murahnya, maka tak ada orang kelaparan, bahkan akan berkurang pula orang-orang yang kekurangan harta (baca: miskin/dhuafa). Inilah kondisi kesejahteraan masyarakat dunia. 
Posting singkat ini saya akhiri dan insyaAllah akan berlanjut di posting berikutnya.

Dan inilah artikel berikutnya yang sebaiknya anda baca: klik "Jangan Berhenti Ambil Listrik Gratis Dari Tenaga Surya"


Sekali lagi dua pertanyaan ini wajib kawan cermati baik-baik: 
Mungkinkah listrik menjadi Rp 0 (gratis)?” 
“Dan benarkah listrik gratis dapat menjadi awal mula KESEJAHTERAAN?”

Tidak ada komentar:

Cari lebih lanjut

Blog Archive

About Me

Foto Saya
Blog BukuEnergi merupakan blog pribadi dan ditulis oleh Firdaus Hanif, S.T. Blog ini diharapkan menambah wawasan bagi penulis sendiri khususnya, dan pengunjung pada umumnya. Karena kegemarannya pada tema-tema energi, maka penulis sengaja menghadirkan blog ini untuk Anda, tentu saja dalam tujuan untuk belajar bersama, dan bukan "menggurui". Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan. Terimakasih. Selamat membaca, dan mari budayakan menulis!