YUK MEMBENAHI LINGKUNGAN FISIK ABIOTIK UNTUK KELUARGA

Posted on Rabu, 01 Desember 2010

Oleh Firdaus Hanif
(dimuat pada Buletin Genta Genre BKBPP Kab Brebes)

Rumahku adalah surgaku. Rumah yang nyaman, indah, dan sehat untuk kita tempati tidak harus mewah atau mahal, cukuplah itu sebuah rumah yang dirancang dan dirawat secara baik. Mengulas sedikit apa yang telah kita bahas pada edisi sebelumnya, lingkungan fisik abiotik adalah kesatuan ruang dengan segala isinya yang bersifat benda (tidak hidup).
Bagaimanakah caranya agar tercipta kenyamanan/kesehatan bagi keluarga? Aspek-aspek fisik abiotik seperti air, pengkondisian udara, penerangan, pengelolaan sampah serta fisik bangunan rumah adalah poin-poin penting untuk menjawab pertanyaan itu. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 829/Menkes/SK/VII/1999 dapat dirujuk sebagai acuan dalam mengelola aspek-aspek tersebut. Kepmenkes ini terdiri dari beberapa poin, diantaranya sebagai berikut:

1. Bahan Bangunan

Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat-zat secara berlebih yang dapat membahayakan kesehatan, seperti debu (lebih dari 150 µg m3), asbes bebas (lebih dari 0,5 fiber/m3/4jam), dan timah hitam (melebihi 300 mg/kg).

2. Pencahayaan

Pencahayaan alam atau buatan langsung atau tidak langsung dapat menerangi seluruh bagian ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan.

3. Kualitas Udara

Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut :
a. Suhu udara nyaman berkisar antara l8°C sampai 30°C
b. Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%

4. Ventilasi

Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai.

5. Air

a. Tersedia air bersih dengan kapasitas minmal 60 lt/hari/orang
b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan air minum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Limbah

a. Limbah cair berasal dari rumah, tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah.
b. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, tidak menyebabkan pencemaran terhadap permukaan tanah dan air tanah.

Ventilasi untuk Pengkondisian Udara yang Baik

Ventilasi adalah jalan masuk udara segar ke dalam rumah, dan merupakan jalan keluar bagi udara kotor. Polusi udara di dalam rumah dapat diperbaiki dengan memperbaiki kondisi ventilasi yang ada. Kepmenkes di atas menyebutkan ventilasi yang ideal seluas 10% dari luas lantai. Hal ini penting, karena selain untuk membersihkan polusi udara di dalam rumah juga untuk mengatur kelembaban.Ventilasi yang buruk menahan kelembaban di dalam rumah, sehingga memicu tumbuhnya jamur.
Ventilasi yang buruk dapat dilihat dari beberapa tanda:

1. Asap pembakaran (memasak) tetap berputar di dalam rumah
2. Bau tidak sedap dari WC atau selokan tidak hilang keluar rumah
3. Langit-langit dapur rumah terlihat hitam akibat asap pembakaran
4. Jendela dan dinding basah dan lembab
5. Munculnya jamur di dinding, tempat tidur maupun pakaian
6. Bau gas LPG membuat pusing, karena kebocoran gas yang terjadi tidak bisa keluar rumah

Bila tanda-tanda tersebut telah dijumpai pada rumah anda, maka memperbaiki ventilasi dan hal-hal terkait adalah cara yang tepat untuk dilakukan, sehingga kenyamanan dan kesehatan keluarga di rumah tercapai. Memperbaiki ventilasi dapat dilakukan dengan langkah berikut:

1. Jendela dan pintu saling berhadapan. Rumah dengan jendela dan pintu yang saling berhadapan akan membuat aliran udara menjadi lancar. Udara mengalir secara cepat, sehingga ruangan tetap kering dan bersih dari polusi.
2. Kompor untuk memasak diletakkan di dekat jendela agar memudahkan asap keluar
3. Membuat ventilasi (lubang udara) di dinding bagian atas di bawah atap. Celah ini sebagai jalan keluar masuknya udara.
4. Membuat cerobong asap atau kerudung kompor (lubang pipa berbentuk kerudung atau seperti armatur, pipa ini sebagai lubang keluarnya asap yang diletakkan di atas kompor).

Cerobong asap, kerudung kompor serta ventilasi lain tidak hanya berfungsi untuk mengeluarkan asap, juga menciptakan pergerakan udara di dalam kompor, sehingga membuat api lebih panas, proses memasak menjadi lebih cepat. Ventilasi udara inilah yang membuat kita dapat menghemat konsumsi energi ketika memasak.

Memastikan Pencahayaan yang Cukup
Kenyamanan sebuah rumah secara ringkas dapat dipastikan dari tingkat suhu/kelembaban dan tingkat pencahayaan yang kita harapkan. Suhu atau kelembaban yang nyaman, bahkan polusi udara yang minimal dapat diwujudkan dengan cara memperbaiki ventilasi. Ventilasi yang baik pun memberi andil yang nyata bagi tingkat pencahayaan yang mencukupi bagi rumah. Ventilasi berupa celah, jendela, dan pintu membuat pencahayaan alami dari luar rumah dapat masuk ke dalam rumah.
Dikarenakan yang ingin kita capai dari bahasan ini adalah kenyamanan dan kesehatan, maka diperlukan nilai ukur yang jelas bagi suhu dan kelembaban udara serta tingkat pencahayaan yang ideal.
Ukuran yang ideal bagi suhu sebagaimana menurut Kepmenkes berkisar antara l8°C sampai 30°C, dan kelembaban diatur dengan kisaran 40% hingga 70%. Sedangkan untuk pencahayaan ideal, Kepmenkes tersebut tidak memperjelas secara rinci tentang kebutuhan pencahayaan untuk ruangan yang berbeda.
Padahal, kebutuhan pencahayaan berbeda di setiap ruangan. Aktifitas dan pekerjaan yang dilakukan di suatu ruangan mempengaruhi tingkat kebutuhan pencahayaan di ruangan itu. Misalnya, bila kita hanya butuh cahaya yang untuk membaca, maka kita tidak perlu menyediakan cahaya yang dibutuhkan untuk menggambar arsitek. Akan tetapi, ruang baca membutuhkan tingkat pencahayaan lebih besar dibandingkan ruang tidur. Demikian halnya, ruang tamu membutuhkan tingkat pencahayaan lebih besar dari pada garasi.
Badan Standarisasi Nasional telah membuat standar tingkat pencahayaan untuk setiap ruangan, bangunan maupun gedung. Hal ini telah tertuang dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 03-6197-2000 tentang konservasi energi pada sistem pencahayaan. SNI tersebut menyebutkan tingkat pencahayaan yang dianjurkan menurut fungsi ruangannya.
Bila tingkat pencahayaan ruangan telah sesuai dengan fungsinya dan ruangan tidak terlalu terang dan tidak terlalu redup untuk suatu pekerjaan tertentu, maka penghuni akan menjadi lebih sehat. Di lain hal, tingkat pencahayaan yang tepat juga mengandung manfaat bahwa penghematan energi untuk pencahayaan rumah telah dicapai.


Referensi
Anonim. Rumah yang Sehat. www.kesehatanlingkungan.org/book/ehb_ch%2017_homehealth.pdf
Hanif, F. 2009. Pakai Lux Meter untuk Pilih Lampu yang Tepat. www.plnjateng.co.id
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan
Prabu. 2009. Rumah Sehat. http://putraprabu.wordpress.com
Standar Nasional Indonesia SNI 03-6197-2000 tentang Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan

1 komentar:

SoleildeLamer mengatakan...

hais, lumayan, buat masukan nanti kalau sudah berkeluarga dan mau bikin rumah,,, :D

Cari lebih lanjut

Blog Archive

About Me

Foto Saya
Blog BukuEnergi merupakan blog pribadi dan ditulis oleh Firdaus Hanif, S.T. Blog ini diharapkan menambah wawasan bagi penulis sendiri khususnya, dan pengunjung pada umumnya. Karena kegemarannya pada tema-tema energi, maka penulis sengaja menghadirkan blog ini untuk Anda, tentu saja dalam tujuan untuk belajar bersama, dan bukan "menggurui". Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan. Terimakasih. Selamat membaca, dan mari budayakan menulis!